Kamis, 23 Januari 2014

Kasus Bullying Pada Belajar

Dalam dunia anak-anak, bullying biasanya terjadi karena adanya kerjasama yang bagus dari ketiga pihak, yang oleh Barbara Coloroso ((The Bully, The Bullied, dan The Bystander: 2004), disebutnya dengan istilah tiga mata rantai penindasan. Pertama, bullying terjadi karena ada pihak yang  menindas. Kedua, ada penonton yang diam atau mendukung, entah karena takut atau karena merasa satu kelompok. Ketiga, ada pihak yang dianggap lemah dan menganggap dirinya sebagai pihak yang lemah (takut bilang sama guru atau orangtua, takut melawan, atau malah memberi permakluman).
Atas kerjasama ketiga pihak itu biasanya praktek bullying sangat sukses dilakukan oleh anak yang merasa punya punya power atau kekuatan. Jika kebetulan anak kita masuk di sekolah yang pengawasan gurunya lebih dari cukup, mungkin akan cepat terdeteksi. Tapi bila tidak, maka kitalah yang sangat diharapkan proaktif
Dalam banyak kasus di Indonesia bully sering ditemukan dalam bentuk kontak fisik. Memukul, menendang, merupakan hal yang sangat sering terjadi. Bukan hanya kaum laki-laki namun juga banyak terjadi di kaum wanita. Masalahnya semua bisa dibilang sepele. Seperti tidak mau ikut geng, masalah percintaan, iri karena berbagai hal dan hal-hal kecil lainnya yang memang menjadi tameng besar karena rata-rata remaja tingkat emosinya lebih tinggi dan lebih sensitif. Apalagi mereka yang mem-bully tergabung dalam sebuah geng atau tim, ini menimbulkan kepercaya dirian yang tinggi.
Contoh kasus bullying pada pelajar SMA 82 Jakarta
Ade Fauzan, siswa kelas I yang menjadi korban kekerasan dari siswa kelas III SMA 82 Jakarta. Ade saat itu sampai dirawat di RS Pusat Pertamina (RSPP), Jl Kiai Maja, Jakarta Selatan.

Saat ditemui di RSPP, Jumat (6/11/2009), Ade menceritakan, kejadian itu bermula pada Selasa (3/11/2009) pagi. Saat itu Ade hendak mengambil buku Geografinya yang tertinggal di ruang kelas III.

Sudah menjadi rahasia umum di SMU tersebut, siswa kelas I dan II tidak dapat melalui sebuah koridor. Hanya siswa kelas III yang dapat melaluinya. Koridor Gaza sebutannya.

Ade pun langsung ditonjok wajahnya. "Saya tidak ingat siapa yang nonjok, tahunya anak-anak kelas III," kata Ade.

Kekerasan pada Ade belum berakhir. Saat jam sekolah berakhir, Ade kembali diminta siswa kelas III menuju Warung Taman (Wartam), sekitar 50 meter dari sekolah. Ade pun pergi ke Wartam dengan diikuti tatapan teman-teman kelas I dari kejauhan.

Di warung tersebut, Ade diberi gel rambut di telinga dan di seluruh rambut. Lalu siswa kelas III memanggil teman-teman Ade untuk memukuli Ade. Namun karena solider, teman-teman Ade pun diam.

Rupanya tindakan diam ini membuat kemarahan siswa kelas III semakin menjadi. Mereka pun mulai menonjok Ade. Ade mencoba berdiri dan hendak melawan. Namun lagi-lagi, sekitar 30 siswa kelas III langsung mendatangi Ade dan memberikan bogeman lanjutan.

"Habis itu saya tidak ingat apa-apa. Saya ingatnya sudah sampai di UGD RSPP," kenang Ade.

Sehabis memukuli Ade, siswa kelas III kabur. Sementara siswa kelas I langsung membawa Ade ke RS dengan taksi. Ade pingsan sekitar 3 jam dan baru siuman menjelang maghrib. "Teman-teman saya disuruh mengakuinya kalau saya dipukul siswa SMU lain, nggak boleh mengakui dipukul sama anak-anak kelas III," ujar Ade.

Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan 12 pelajar sebagai tersangka penganiayaan. SMA 82 Jakarta sendiri sudah menskors 14 siswa selama 1 pekan, dan 3 di antaranya diduga sebagai otak bullying.
Bagaimana akhir kasus ini tidak diketahui persis.
Bullying bukan hanya bisa dalam bentuk fisik, seperti melabrak, memukul, menendang ataupun kekerasan lainnya kepada si korban bully dari sang bully-er. Tapi juga dalam bentuk verbal atau lisan, emosi, rasial, seksual dan berbagai sikap yang sangat mencerminkan ketidaksukaan kita terhadap seseorang. Apalagi si korban bully memang menjadi sasaran yang tidak mampu melawan, merasa tersudut,merasa sendiri dan tidak bisa melakukan apa-apa, takut, dan tidak bisa mempertahankan dirinya dari bullying.
Efek buruk bagi si korban dan si pembully
Hal semacam ini menimbulkan berbagai kerugian tentunya bukan hanya bagi si korban namu n juga pembully. Si korban mendapat efek buruk seperti tidak percaya diri, selalu dirundung ketakutan, menjadi pribadi yang tertutup, perkembangan diri menjadi terhambat, tersingkir dari pergaulan, pemerosotan prestasi dibidang akademik dan efek panjang lainnya yang membuat perubahan seseorang menjadi tidak aktif dan seaka-akan tak ada semangat untuk hidup. Namun si pembully juga tak luput dari hal yang buruk misalnya selalu merasa dirinya berkuasa sehingga akan buruk bila suatu saat dia tidak bisa menerima kekalaha, dirundung rasa ketakutan karena perbuatannya tergolong kriminal, tekanan dari berbagai pihak, menjadi pribadi yang tidak baik seperti egois, emosional, merasa paling berkuasa, dan sifat buruk lainnya,  menjadi agresif, tidak bisa mengakui kemenangan atau keunggulan orang lain, dan lainnya.
Penanganan untuk korban bully dan si bully-er
  1. Yakinkan  bahwa kita akan berada di sisinya dalam mengatasi masalah ini.
  2. Ajari si anak untuk menjadi orang baik namun juga tidak takut melawan kesombongan.
  3. Galilah inisiatif dari si anak tentang cara-cara yang bisa ditempuh. Ini untuk menumbuhkan kepercayaan diri si anak atau ajukan beberapa usulan.
  4. Rancanglah pertemuan dengan pihak sekolah.
  5. Jangan lupa membawa penjelasan yang faktual dan detail. Misalnya bukti fisik, harinya, prosesnya, nama anak-anaknya, tempat kejadiannya, dan lain-lain. Kalau bisa, cari juga dukungan dari wali murid lain yang anaknya kerap menjadi korban.
  6. Usahakan dalam pertemuan itu muncul kesepakatan yang pasti akan dijalankan dan akan membuat anak aman dari penindasan. Maksudnya, jangan hanya puas mengadu dan puas diberi janji.
  7. Akan lebih sempurna jika pihak sekolah mau memfasilitasi pertemuan dengan wali yang anaknya pelaku dan yang anaknya menjadi korban untuk ditemukan solusinya

http://jenywidya.wordpress.com/2012/03/16/fenomena-bully-ing-di-kalangan-pelajar-indonesia/

0 komentar:

Posting Komentar