Selasa, 22 April 2014

Tradisi memberikan sesajian pada leluhur



TRADISI MEMBERIKAN SESAJIAN PADA LELUHUR
            Menyediakan sesaji atau yang juga dikenal dengan sebutan sesajen sudah sangat melekat dan akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat muslim di Indonesia .Di mana-mana dari pelosok sampai di kota-kota besar,tidak saja terbatas dikalangan masyarakat bawah, masyarakat kalangan atas dan berpendidikanpun telah terbiasa menyiapkan sesaji berkaitan dengan waktu-waktu atau kegiatan-kegiatan tertentu yang mereka selenggarakan. Kebanyakan orang merasa belumlah lengkap di dalam sesuatu pelaksanaan acara tanpa disiapkannya sesaji.Sehingga tidak ada satu acarapun yang diselenggarakan orang tanpa mempersiapkan sesaji.Sesaji yang disiapkan orang selain kelengkapan dalam suatu upacara, juga dipersiapan sebagai bentuk persembahan mereka kepada pohon-pohon besar,kubur-kubur yang dikeramatkan,batu-batu besar dan gunung sungai dan laut yang dianggap tempat bersemayamnya para jin.Secara priodik setahun sekali diselenggarakan pemberian sesaji yang melibatkan seluruh penduduk suatu kampung dengan hajatan dalam bentuk melarungkan sesaji ketengah sungai atau laut dalam upacara sedekah laut,oleh masyarakat nelayan di pesisir, sedangkan para petani biasanya secara bersama-sama menyelenggarakan hajatan sedekah bumi.Menyiapkan sesaji yang dilakukan oleh sebagian masyarakat disebut-sebut sebagai tradisi warisan para leluhur yang patut dilestarikan disebabkan adanya keyakinan di dalam pemberian sesaji tersebut dinilai mengandung nilai-nilai yang sakral yang terkait dengan ibadah dan kepercayaan.

Sesaji dalam Kosmologi Jawa  ada tiga macam bentuk sesaji,yaitu:
1.Sesaji Selamatan. Sesaji yang ditujukan untuk menyenangkan.
Biasanya dilakukan ketika membuka lahan baru sebagai laku hormat untuk mencegah kecelakaan,ketika terjadi kemarau panjang,wabah penyakit,akan memulai pekerjaan besar seperti: bangun rumah,jembatan,giling tebu,bersih desa,menggali sumur,pindah rumah yang biasa mereka sebut Ngruwat gasulake.Sesaji keselamatan ini dihaturkan utamanya pada indra,danyang desa,punden dan yang diyakini bisa membantu.Juga pada roh-roh halus,hantu,dewa,ulama,para wali bahkan para nabi.Juga yang maha kuasa.Orang jawa meyakini punden dapat membantu,sebab ia telah menanam tumbal yang diberi mantra atau ipat. Dengan sesaji,tuah dari ipat itu akan bertambah-tambah.

2. Sesaji Penulakan.Sesaji yang dihaturkan pada roh-roh jahat agar terhindar dari gangguannya.
Untuk mencegah penyakit orang dewasa diberikan sesaji pada bayu dan baya juga dhengen.Dan untuk melindungi bayi diberikan sesaji pada sawan dan sarap selama sepekan semenjak hari kelahiran.Untuk mencegah penyakit ternak diberikan sesaji pada poto.Bagi yang punya pesugihan memberikan sesaji pada blorong,tuyul,keblek dan lain-lain. dan bagi yang kasmaran memberi sesaji pada comblong.

3. Sesaji Wadima.Sesaji rutinan dengan maksud sebagaimana dua macam sesaji di atas.
Dalam hajatte manten,wadima biasa diberikan saat pasang tarub,sasrahan,widodaren,tigas rekmo,acara manten dan majemukan.Wadima untuk anak adalah saat dirasakan ada benih (ngebor-ebori), hamil tiga bulan (neloni/wilujengan nigani),hamil tujuh bulan (ningkepi/mitoni),sembilan bulan (memelu sedulur),hari kelahiran (brokohan),saat plasenta terputus (puput puser),tiga hari,lima hari (nyepasari).Bagi yang berkecukupan ditambah saat tjuh hari dan sembilan hari,tiga puluh lima hari (nyelapani).Bagi orang yang ingin menambahi,pada telung lapan,lima.tujuh sampai sembilan lapan. hari ke empat puluh mahinum).
Saat usia satu tahun ada tiga acara: tumbuh gigi (anggrauli),mudun lemah (tedah siti),dan yang terakhir nyatuni. Saat manggur gigi,7tahun perempuan,9tahun laki-laki (gusaran),saat khitan (tetak/tetes),menstruasi pertama bagi perempuan yang disebut gelwilada.
Wadima untuk kematian dilakukan sejak hari pertama (surtanah),ketga,ketujuh, keempat puluh,keseratus,pendak setahun dan dua tahun,hari keseribu,pendak tiga tahun sampai pendak delapan tahun (sewindu).Wadima untuk ladang dimulai saat memulai garapan (labuhan),selesai membuka ladang (lebar gawe),waktunya mengairi (mbanyu/angeler),menebar benih (nyebar),menanam (undur-undur),tolak hama,jemangkung,biji mulai berisi (wawratan),biji berisi penuh (ngisen-ngiseni),untuk keselamatan alat dan yang lain (nyadran),akan memanen (metik),mau dimasukkan lumbung (munggah lumbung).Di kebon agung sukodono lumajang,masyarakat mempunyai tradisi khas yang disebut wiwit kebon agung.Berupa rangkaian upacara dan sesaji sepasar (5 hari) menjelang panen.Ada beberapa srono yang dihaturkan dalam upacara tersebut,dan ada sajen khusus yang di letakkan di pojok-pojok sawah.
Waktu-waktu yang utama untuk sesaji rutin ini adalah malam jum'at secara umum. Malam jum'at wage an paing juga baik yang disebut hari gumbrengan:dikhususkan untuk sesajen keselamatan binatang ternak.Malam jum'at kliwon di anggap suci dan dikhususkan untuk nyekar.Juga malam selasa kliwon yang disebut anggoro kasih: hari roh, baik sekali untuk sesaji. Dan yang paling ramai adalah malam jum'at legi.Yakni sesajian untuk semua roh:roh leluhur atau roh jahat.Terkhusus lagi pada malam satu suro.
Pemberian sesaji yang dilakukan oleh sebagian orang-orang adalah dimaksud sebagai bentuk persembahan kepada para makhluk atau roh-roh halus dan para jin, agar para makhluk halus/jin tersebut dapat memberikan perlindungan, memberikan pertolongan dan tidak mengganggu kepada manusia.Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan.


0 komentar:

Posting Komentar